Hubungan Perusahaan Dengan Stakehoulder, Lintas Budaya
Dan Pola Hidup, Audit Sosial
1.
Bentuk
Stakeholder
Berdasarkan
kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu,
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder
primer, sekunder dan stakeholder kunci
.
- Stakeholder Utama (Primer) merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
- Stakeholder Pendukung (Sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang
termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
·
Lembaga(Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
·
Lembaga
pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
·
Lembaga swadaya
Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan
rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi
massa yang terkait).
·
Perguruan Tinggi
yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan
keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka
juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
- Stakeholder Kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang
termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
·
Pemerintah
Kabupaten
·
DPR Kabupaten
·
Dinas yang
membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2.
Stereotype,
Pejudice, Stigma Sosial
Stereotipe
adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap
kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan
pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk
menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan
secara cepat.
Prasangka
(pejudice) berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan
mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar
ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar
penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain
selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang
tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Stigma
sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan
bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan
pengucilan seseorang ataupun kelompok.
3.
Mengapa Perusahaan Harus Bertanggungjawab
Tanggung
jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam
artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya
(namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab
terhadapkonsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan.
Agar
perusahaan mendapat citra positif di mata masyarakat dan pemerintah . Kegiatan
perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai kontribusi positif di
masyarakat. Selain membantu perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan
dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan lebih baik di
masa yang akan dating.
4.
Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Komunitas
bisnis menyadari betapa pentingnya etika bisnis dijalankan sepenuh hati, maka
langkah berikutnya adalah berupaya terus-menerus tanpa kenal lelah meningkatkan
kinerja etika bisnisya. Untuk menopang langkah tersebut perlu dikaji terlebih
dahulu unsur-unsur pokoknya, sebagai berikut:
Apakah
terdapat perpaduan harmonis antara penetapan visi, misi, dan tujuan organisasi
dengan keberpihakan manajer puncak terhadap nilai-nilai etikal yang berlaku.
Hadirnya
profil ketangguhan karakter dan moralitas pribadi sang manajer berikut para
pekerjanya.
Kegigihan
mengkristalisasikan nilai-nilai aktual seputar kehidupan keseharian yang
berkenaan dengan aturan-aturan tradisi, persepsi kolektif masyarakat, dan
kebiasaan-kebiasaan rutin praktik bisnis yang lazim berlaku, untuk
‘dibenturkan’ dengan kecenderungan iklim etika saat itu, lalu kemudian
diadopsikan secara sistemik ke dalam perwujudan konsep-konsep stratejikal dan
taktikal demi capaian membentuk budaya organisasi yang unggul.
5.
Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan
pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu
sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih
bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti
mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif
tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan
yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
6.
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme
dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan
atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman
korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit
sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan
sebelumnya.
Monitoring
da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada
dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka
sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota
perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka
panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
Referensi :
http://namakughalib.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-perusahaan-dengan-stakehoulder.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar