1. Mencari dan Membedakan Laporan
a. Laporan
Berbentuk Formulir Isian
Untuk menulis
laporan semodel ini biasanya telah disiapkan blangko daftar isian yang diarahkan
kepada tujuan yang akan dicapai. Laporan tersebut bersifat rutin dan seringkali
berbentuk angka-angka.
b. Laporan
Berbentuk Surat
Bila sebuah
laporan tidak banyak mengandung tabel, angka atau sesuatu hal lain yang
digolongkan pada tabel dan angka, maka bentuk yang paling umum dipergunakan
adalah laporan berbentuk surat. Laporan berbentuk ini tidak banyak berbeda
dengan sebuah surat biasa, kecuali bahwa ada sesuatu subyek yang ingin
disampaikan agar dapat diketahui oleh penerima laporan. Jika penulis laporan
mempergunakan bentuk surat dalam laporannya, maka nada dan pendekatan yang
bersifat pribadi memegang peranan yang penting, seperti halnya dengan
surat-surat lainnya.
c. Laporan
Berbentuk Memorandum
Laporan yang
berbentuk memorandum( saran, nota, catatan pendek) mirip dengan laporan
berbentuk surat, namun biasanya lebih singkat. Biasanya digunakan untuk suatu
laporan yang singkat dalam bagian-bagian suatu organisasi, atau antara atasan
dan bawahan dalam suatu hubungan kerja dan seringkali bermanfaat utuka suatau
laporan yang bersifat formal.
d. Laporan Berkala
Laporan
semacam ini selalu dibuat dalam jangka waktu tertentu. Dalam bentuk sederhana,
laporan semacam ini dapat dibuat dalam bentuk formulir-formulir isian, atau
dalam bentuk memorandum
e. Laporan
Laboratoris
Tujuan
laporan laboratoris adalah menyampaikan hasil dari percobaan atau kegiatan yang
dilakuakan dalam laboratoria. Oleh sebab itu laporan ini seringkali memuat
percobaan-percobaan yang telah dilakukan. 2. Tulisan Ilmiah
“DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN”
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah merupakan satu kata yang
pantas diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena Bimbingan – Nya maka
saya dapat menyelesaikan sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “Dampak
Globalisasi Terhadap Pendidikan”
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi
dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah
yang dapat di pertanggung jawabkan hasilnya. Saya ucapkan terima kasih kepada
pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan sarn dari pembaca yang
bersifat membangun sangat saya harapkan
Terima kasih dan Semoga Makalah ini dapat
memberikan sumbangan positif bagi kita semua.
Jakarta, 27 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………………… iKata Pengantar……………………………..…………………………………………… ii
Daftar isi ………………….…………………………………………………………………………iii
Bab 1
Pendahuluan……………….……………………………………………………...……… 1
- Latar Belakang……………………………………………………………………………………… 1
- Rumusan Masalah……………………..…………………………………………………………… 2
- Tujuan…………….………………………….………………………………………………………. 2
- Manfaat……….……………………………….……………………………………………………. 3
Pembahasan……………..……………………………………………………………………………… 4
- Pengaruh globalisasi terhadap pendidikan…………………………………………………………..4
- Keadaan buruk pendidikan di Indonesia……………………………..………………………………. 7
- Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi……………………………………………… 10
- Pentingnya Globalisasi Pada Pendidikan…………………………….……………………………… 11
- Elemen Yang Bisa Menghadapi Globalisasi Pada Pendidikan………………………………………11
Penutup…………………………………………………………………………………………………………. 15
- Kesimpulan…..………………………………………………………………………………………… 15
- Saran…………………………………………………………………………………………………… 15
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil
dari kata global, yang maknanya ialah universal. Lalu arti
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena
pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan
lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi,
termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor
utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi)
aktivitas ekonomi dan budaya. Arti Globalisasi juga adalah suatu proses yang
mendunia, tidak kenal batas ruang dan waktu. Proses globalisasi berlangsung
melalui 2 dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung
di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan
terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Teknologi informasi dan komunikasi
berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya,
terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
disertai dengan semakin cepatnya arus globalisasi dunia membawa dampak
tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia mulai melakukan
globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada
sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya
bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib
sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah
hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas
internasional.
Salah satu dari globalisasi pendidikan yang
dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya
peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat
Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat
menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya
yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Hal tersebut hanya
dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju
semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan
tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret
mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di
sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus
bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa.
Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik
sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika
gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan
ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
Sumber: (www.seocontoh.com/2014/03/contoh-karya-ilmiah-tentang-pendidikan.html)
dan (http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi)
Kalau arti Pendidikan, yaitu pembelajaran
pengetahuan,keterampilan,dan kebiasaan kelompok orang yang di turunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,pelatihan,atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi
juga memungkinkan secara otodidak.
Sumber: (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan)
2. RUMUSAN MASALAH
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap
Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut :
1. Apa
dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
- Apa Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
- Bagaimana cara penyesuaian pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
- Mengapa Globalisasi penting bagi pendidikan?
- Siapa yang bisa menghadapi arus globalisasi dalam dunia pendidikan?
3. TUJUAN
a.
Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh guru dalam ujian praktek bahasa indonesia. Lalu, bagi saya
pribadi makalah ini juga bisa digunakan untuk menambah pengetahuan bagi
pelajar, baik dalam belajar maupun kehidupan.
b.
Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak
globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai
globalisasi. Pembaca bisa juga digunakan makalah ini untuk langkah menuju
ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya tercipta sumber daya
manusia yang unggull
c.
Bagi Masyarakat
Supaya masyarakat bisa lebih
memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang sudah
ada bisa lebih di tinggalkan. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan
positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
4. MANFAAT
Supaya bisa memperluas
kesempatan studi ke luar negeri. Lalu, bisa juga menjadi pembanding untuk
tenaga yang tidak berkualitas yang akhirnya jadi pagar sekaligus semangat untuk
lebih serius dan berkembang.
Untuk memperluas wawasan, dan
semakin canggihnya ilmu pengetahuan. Selain itu, pikiran kita bisa menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman sekarang. Dan juga pikiran kita semakin
berkembang dari zaman ke zaman. Dan juga kita gak kalah terhadap pendidikan
terhadap Negara lain.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
Perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan
globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar
bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke
Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional
harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik,
dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan
bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan
untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak
positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan
dalam poin-poin berikut:
1.1. Dampak Positif
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia:
a.
Pengajaran
Interaktif Multimedia
Kemajuan
teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru
menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau
menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan
pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film,
suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya
dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin
tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan
contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975)
dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar
melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual
membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat,
mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
b.
Perubahan
Corak Pendidikan
Mulai longgarnya
kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan
tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa
perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu,
kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang,
kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan
pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan
secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan
KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa
dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang
memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya
mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya
melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga
mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
1.2.Dampak Negatif
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia:
a.
Komersialisasi
Pendidikan
Era globalisasi
mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan
tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya
“Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid
ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens.
Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil,
bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
b.
Bahaya
Dunia Maya
Dunia maya
selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian,
rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan
seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun,
termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan
melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang
siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki
yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya
pada proses belajar mengajar.
·
Ketergantungan
Mesin-mesin
penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan
pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak
bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
·
Keadaan
Buruk Pendidikan di Indonesia
·
Paradigma
Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem
pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
Sekularisasi pendidikan tampak
pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang
dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah
dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa
pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang
sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang
merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang
sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan
rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan
agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta
dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang
awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu
terjun ke sektor modern.
a.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang
sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya
biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan
sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS
selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses
atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala
pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun
dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah
orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU
tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari
milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat
melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum
yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara
dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk
memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen
dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan.
Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi
korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice
(ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi
pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan
dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan
begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan
pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu
untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin
terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin
murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban
Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin
akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi,
kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci
tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa “mencermati
konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak
membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan
kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan
drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif
sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk
mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.”
b.
Kualitas
SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang
sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin
memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan
Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang
masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas
SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM
yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan
pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang
India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga
disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu
segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru,
untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total
kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas
utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak
hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal
yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar
belakang pendidikan non formal.
c. Penyesuaian
Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan
kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita
akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa
Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar
untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah
salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang
kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala
dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah
penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada
pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang
menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang
lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas
gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah
visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership
(kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari
transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang
juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit
kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam
globalisasi.
2.
PENTINGNYA
GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN
Karena
Globalisasi sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang didalamnya terdapat
proses mempengaruhi dalam segala bidang terutama dalam ranah pendidikan, yang
berimbas pada nlai-nilai moral, sosial, budaya dan kepribadian yang dapat
berdampak positif dan negatif. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses
globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era
globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan,
dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komperehensif dan
fleksibel. Dan dalam merespon globalisasi, kita hendaknya tidak terjebak ke
dalam sikap-sikap ekstrem, mendukung dan menerimanya tanpa reserve atau
menolaknya mentah-mentah. Akan tetapi, hendaknya kita bisa bersikap lebih
kritis dan kreatif dengan melakukan penelaahan terhadap setiap sisi dari
globalisasi.
3.
ELEMEN YANG BISA MENGHADAPI GLOBALISASI
PADA PENDIDIKAN
a.
Pendidik (Guru)
Guru adalah
pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dijalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Disamping
itu, di era global saat ini dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai
tenaga professional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan
system pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikn nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa.
Maka dari
itu, masalah guru merupakan topik yang tidak pernah habis dibahas dan selalu
aktual seiring dengan perubahan zaman dan pengaruh globalisasi dalam
pendidikan, karena permasalahan guru sendiri dan dunia pendiidkan yang
menyangkutnya selalu diperbincangkan. Pada dasarnya persoalan etika dan moral
anak bangsa, bukan hanya permasalahan guru namun jika yang dituju adalah moral
peserta didik (siswa), maka tidak ada alasan untuk guru
dilibatkan. Guru sebagai pengajar dan pendidik, memang tidak hanya harus
membina para murid segi kognitif dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai
angka. Akan tetapi, seorang guru sangat dituntut agar apa yang ia kerjakan
dipraktekan oleh para muridnya dalam kehidupan.
Guru adalah
orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga
kemerosotannya. Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata
pelajaran, tapi yang paling penting adalah pencetakan karakter murid. Tantangan
persoalan ini memang sangat sulit bagi seorang guru karena keterbatasan
kontrolling pada murid kerap membuatnya kecolongan.
Disamping
itu, dalam menghadapi era globalisasi guru dituntut meningkatkan
profesionalitasnya sebagai pengajar dan pendidik. Guru juga harus siap
menghadapi kata kunci dunia pendidikan, seperti: kompetisi,
transparansi, efisiensi, dan kualitas tinggi. Dengan demikian
kualitas mutu pendidikan harus sangat diperhatikan oleh para guru untuk
menyelamatkan profesinya.
Untuk itu
dalam peningkatan kualitas pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga
intelegensi dasar siswa. Yaitu: intelektual, emosional, dan
moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya
agar terpatri dalam dirinya. Kemudian system pembelajaran yang kreatif dan
inovatif juga menjadi penting bagi guru, sehingga dapat megembangkan seluruh
potensi diri siswa, dan memunculkan keinginan bagi siswa untuk maju yang
diikuti ketertarikan untuk menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati
melalui belajr mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan
bidang teknologi informasi semakin mendorong dalam kemajuan bidang ilmu
pengetahuan, sehingga dunia pendidikan harus memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan semaksimal mungkin.
b.
Peserta Didik (Siswa)
Selain
tugas utama seorang siswa yaitu belajar, seorang siswa juga harus mampu memilah
dan memilih segala pengaruh yang masuk dalam dirinya, baik itu pengaruh dari
teman sebayanya, lingkungannya, maupun media masa. Dampak dari pengaruh
globalisasi terhadap siswa akan sangat mungkin berdampak negativ dan
menghancurkan dirinya jika tidak segera ditanggulangi.
Baik
pengaruh positif maupun negatif dari globalisasi akan sangat terlihat jelas
bagi siswa dalam perilaku dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal itu dikarenakan
mereka masih dalam masa-masa labil, dan masa-masa dimana selalu ingin mencoba
sesuatu hal yang dianggap baru. Hal ini yang perlu diperhatikan bagi
orang-rang dewasa yang ada disekitarnya.
Akses
internet yang terbuka seluas-luasnya akan berdampak buruk bagi siswa jika
digunakan untuk mengakses video porno, maupun gambar-gambar lainnya yang tidak
sepantasnya mereka akses. Namun akan sangat baik jika akses interet digunakan
oleh mereka untuk mencari informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya karena
dunia ini akan terasa sempit melaui dunia maya.
Dua
hal yang saling kontradiktif namun sangat dekat sekali, sehingga tidak jarang
yang menyalahgunkan dalam pemanfaatan kemajuan teknologi bagi siswa. Maka dari
itu tiga unsur dasar bagi siswa, yaitu intelektual, emosional, dan moral sangat
penting untuk mereka miliki.
Intelektual
murid harus luas, agar ia bisa menghadapi arus globalisasi dan tidak
ketinggalan zaman, apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional
dan spiritual siswa juga harus terdidik dengn baik, agar bisa melahirkan
perilaku yang baik dan bisa bertahan diantara pengaruh demoralisasi di
era globalisasi dengan prinsip spiritualnya.
c.
Orang Tua
Orang
tua atau keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum
mereka dikenalkan dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam
pertumbuhan seorang anak, karena disamping mempunyai kedekatan secara
emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal
dalam satu atap atau satu rumah.
Peran
orang tua untuk mencari tau segala kegiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya
sangat penting, dimana jika keluarga sedikit mengbaikan itu maka akan berdampak
pada kepribadian dan perilaku anak-anaknya yang tidak terkontrol. Orang tua
terkadang memberikan sepenuhnya kepada sekolah dalam mendidik dan mengembangkan
potensi anak, padahal tidak sampai disitu saja karena kontrol dari sekolah
terbatas hanya dalam jam pelajaran sekolah.
Mencari
tahu segala kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan
setiap waktu. Namun bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan
memberikan perhatian, menanyakan dengan siapa teman bermain, menanyakan keadaan
anak kepada guru-guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal seperti ini
sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya
masing-masing bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan.
Sumber: (https://anggaradian.wordpress.com/2011/12/30/pengaruh-globalisasi-terhadap-pendidikan-di-indonesia/)
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demikianlah yang
dapat saya sampaikan mengenai materi yang
telah menjadi bahasan dalam makalah ini.
Tentu juga makalah ini banyak kesalahan karena
terbatasnya pengetahuan saya (penulis) serta rujukan
atau referensi yang saya(penulis) peroleh. Saya berharap
kritik dan saran yang bersifat membangun dan lugas dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi
pembaca.
2.
Saran
Penulis
memberikan saran yang ditujukan untuk:
·
Masyarakat
agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan
sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.
·
Pemerintah
harus menganggarkan dana yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah
beasiswa bagi guru untuk training
DAFTAR PUSTAKA
(https://anggaradian.wordpress.com/2011/12/30/pengaruh-globalisasi-terhadap-pendidikan-di-indonesia/)(www.seocontoh.com/2014/03/contoh-karya-ilmiah-tentang-pendidikan.html)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi)
3. Artikel Populer
MEMAHAMI PENYANDERAAN ABK
Pada Jumat (15/4), empat WNI dikabarkan kembali diculik dan enam lainnya berhasil bebas meski satu tertembak. Belum diketahui siapa yang bertanggung jawab.
Pembajakan juga dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera asing. Kapal berbendera Malaysia pun dibajak. Meski tiga anak buah kapal (ABK) WNI dibebaskan, empat warga negara Malaysia disandera.
Warga negara yang telah terlebih dahulu disandera berasal dari Kanada, Norwegia, dan Filipina sendiri.
Kompleksitas
Setiap peristiwa penyanderaan atas WNI memiliki kompleksitas masing-masing. Meski pemerintah memiliki ingatan institusi (institutional memory) dalam upaya pembebasan para sandera, pengalaman yang satu tidak bisa begitu saja diterapkan secara sama dalam upaya pembebasan para sandera WNI kali ini.
Di sinilah dibutuhkan pemahaman dari penyanderaan kali ini. Pertama, saat ini penyanderaan dilatarbelakangi komponen masyarakat di Filipina, khususnya di Filipina Selatan, yang sedang berperang dengan pemerintahan yang sah dari Filipina.
Dalam konteks demikian jalur laut yang dilewati oleh kapal yang dibajak adalah jalur laut "medan perang".
Bukannya tak mungkin otoritas Filipina tak menguasai wilayah itu, yang justru menguasai adalah kelompok pemberontak. Ini berarti jaminan keamanan tak dapat diminta oleh pemerintah negara lain dan diberikan oleh otoritas Filipina atas kapal- kapal yang melewati jalur itu.
Peristiwa yang mirip dengan latar belakang ini adalah ketika Meutya Hafid, seorang reporter, dan Budiyanto, juru kamera yang mendampinginya, disandera Mujahidin Irak pada 2005.
Kedua, peristiwa pembajakan kali ini berbeda dengan pembajakan atas kapal NV Sinar Kudus pada 2011 di Perairan Somalia.
Ketika itu di Somalia tidak ada pemerintahan yang efektif, di samping pembajakan saat itu semata bermotifkan ekonomi.
Dalam pembajakan kali ini di Filipina ada pemerintahan yang efektif. Karena itu, Pemerintah Indonesia tidak dapat mengabaikan kewenangan Pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan para sandera WNI.
Ketiga, peristiwa pembebasan sandera di pesawat udara Garuda di Thailand pada 1981 yang dikenal dengan peristiwa Woyla juga tak dapat dijadikan rujukan yang sempurna.
Dalam peristiwa Woyla, Pemerintah Thailand mengizinkan militer Indonesia melakukan operasi pembebasan.
Sementara dalam pembebasan kali ini, meski kekuatan militer Indonesia telah disiagakan untuk melakukan operasi pembebasan, Pemerintah Filipina terbentur dengan Section 25 Peraturan Peralihan Konstitusi mereka.
Dalam ketentuan itu Pemerintah Filipina dilarang menempatkan kekuatan militer asing di wilayahnya. Ini sebagai akibat trauma rakyat Filipina atas kehadiran pangkalan Amerika Serikat yang dikenal dengan nama Clark dan Subic.
Peristiwa pembebasan seorang WNI pada 2005 di Filipina Selatan pun tidak dapat dijadikan rujukan sempurna mengingat kali ini ada 14 WNI yang disandera dan belum diketahui apakah para penyandera memiliki garis komando dengan satu pemimpin.
Kompleksitas lain adalah orang-orang yang disandera tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara. Karena itu, tidak mungkin Pemerintah Indonesia meminta otoritas Filipina untuk memberikan prioritas pembebasan atas warganya semata.
Kalaupun ada operasi militer yang dilancarkan oleh otoritas Filipina beberapa waktu lalu, operasi ini bukan dalam rangka pembebasan para sandera semata. Operasi militer dilakukan dengan tujuan utama untuk menumpas para pemberontak.
Kompleksitas yang dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pembebasan para sandera WNI kali ini menghendaki empat hal dari keluarga dan publik Indonesia.
Pertama, keluarga dan publik harus menyerahkan segala sesuatunya kepada pemerintah dan percaya bahwa pemerintah akan mengambil cara-cara terbaik agar para sandera WNI dibebaskan. Ini telah dijanjikan oleh pemerintah.
Kedua, keluarga dan publik tak seharusnya menekan pemerintah memenuhi deadline tertentu dalam proses pembebasan. Jika ini dilakukan, pemerintah akan mendapat tekanan tak hanya dari penyandera, tetapi juga dari keluarga dan publik.
Bahkan, tekanan dari keluarga dan publik sangat diharapkan oleh pembajak sehingga cara termudah yaitu membayar uang tebusan akan dilakukan.
Ketiga, keluarga dan publik tidak dapat menuntut transparansi pemerintah dalam upaya pembebasan. Kehausan informasi yang direfleksikan oleh media dapat mengurangi dan memengaruhi kelincahan pemerintah.
Bisa jadi berbagai tindakan yang direncanakan oleh pemerintah yang diberitakan oleh media dapat terpantau oleh para penyandera.
Terakhir, apa pun upaya pemerintah segala sesuatunya harus dijaga kerahasiaannya. Para pejabat tidak perlu dan tidak seharusnya mengumbar apa yang akan dilakukan.
Satu hal yang tidak diinginkan adalah apabila pernyataan pejabat di media terpantau oleh para penyandera dan dianggap sebagai pernyataan bermusuhan. Bukannya tidak mungkin ini akan berdampak pada keselamatan para sandera.
Kalah
Apa pun upaya pemerintah dalam membebaskan para sandera, maka pemerintah tidak boleh terlihat atau terkesan kalah dengan tuntutan para pembajak.
Sekali pemerintah kalah dengan tuntutan para pembajak, maka kapal-kapal berbendera Indonesia akan menjadi sasaran empuk di masa mendatang.
Ide untuk melakukan patroli bersama dengan Filipina untuk mencegah peristiwa pembajakan terjadi tidak perlu dilakukan.
Ini mengingat bagi Filipina pembajakan dan penyanderaan tidak terjadi semata-mata karena alasan ekonomi. Kondisi ini berbeda dengan para perompak yang beroperasi di Selat Malaka.
Ide patroli bersama sudah dapat dipastikan akan ditolak oleh Filipina. Pemerintah Filipina akan menolak apa pun kerja sama yang mengesankan ia tidak mampu untuk berperang melawan para pemberontak.
Kedaulatan untuk menegakkan panji- panji pemerintahan adalah segalanya bagi suatu negara. Demikian pula ide yang dimunculkan agar kapal-kapal berbendera Indonesia dikawal kapal perang Indonesia (KRI) tak perlu dilakukan.
Ada dua alasan untuk ini. Pertama, pembajakan terjadi bukan di laut lepas, melainkan di laut teritorial Filipina. Ini berarti kapal perang Indonesia tak mungkin melakukan pengawalan yang memasuki kedaulatan negara lain.
Kedua, kalaupun KRI memiliki peran dan kemudian terlibat dalam bentrok senjata, ini akan berakibat Indonesia terlibat dalam perang saudara di Filipina.
Indonesia saat ini sedang tidak berperang dengan para pemberontak Filipina dan kondisi ini harus terus dijaga.
Di masa mendatang, untuk mencegah kapal- kapal laut berbendera Indonesia dibajak kembali, maka sudah waktunya pemerintah mengidentifikasi dan memetakan di mana saja wilayah rawan di jalur laut ini.
Pemerintah dapat meminta perusahaan kapal dan para nakhoda agar menghindari wilayah ini. Meski berarti biaya yang ditanggung akan lebih mahal, opsi ini lebih baik daripada ABK WNI terus jadi korban penyanderaan. Ini akan menguras tenaga dan biaya pemerintah.